Rabu, 07 November 2012

cerita dan aku

Dns amaeta: puisi dan semantik

Sudah pukul setengah empat sejak hujan itu berhenti menari-nari dari pemikiranku yang bercerai dengan niat. Ah aku ingin melupakan tentang hujan dan ingin bercerita tentang perkuliahan ku yang meninggalkan waktu tepatnya. Mungkin karena hujan, atau mungkin karena sesuatu yang aku tak tahu apa alasannya. Aku juga tidak memberanikan diri bertanya pada sang induk intelektual itu, kenapa ia bisa telat.
SEMANTIK, kalian tahu apa itu semantik?

Jangan bertanya balik, dan berharap aku akan terdiam dan tak mamapu menjawab. Tentunya aku tahu apa itu semantik. Apakah kalian tidak tahu kalau aku kini tengah menjalani perkuliahan di bidang pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di STKIP PGRI SUMBAR. Nah semantik itu merupakan salah satu mata kuliah yang baru akan dapat diambil ketika aku sudah bisa melewati beberap tataran linguistik lainnya, seperti linguistik umum, fonologi, morfologi, sintaksis dan sampailah pada semantic yang membahas tentang makna kata.

Nah di sini titik bermulanya ceritaku, hari ini mata kuliah semantic dengan pembahasan diksi (pilihan kata) dan gaya bahasa (majas). Serumpun sudah si induk intelektual berbicara panjang dan melebar tentang kedua pembahasan ini. Dengan penjelasan yang beranak-pinak mengenai diksi dan segala bentuk dari pembagian gaya bahasa. Sampai-sampai aku juga mendengarkan cerita tentang sejarah republik  Indonesia yang di jajah Jepang dan belanda, bagaimana Indonesia merdeka, latar belakang munculnya penyair yang terkenal yaitu Chairil Anwar. Lirik lagu dari abit G ade, dan sampailah pada pembuatan puisi. Kalau dipikir-pikir apa yang membuat semua penjelasan ini menyambung?
Kalian bingung? STOP… jangan lirik aku seperti itu.

Sejujur-jujurnya, aku lebih bingung lagi. kebingungan ini semakin menjadi ketika aku dan rekan yang lainnya disuruh untuk menatap bola lampu yang ada di langit-langit kelas. Semakin konyol ketika kami disuruh untuk menuliskan apa yang kami pikirkan tentang lampu itu.
Nah… berjejer lah 31 kata yang merupakan pikiran dari kami tentang sebuah lampu.

Bermacam-macam kata yang siap tertumpuk tanpa tahu mengapa mereka memenuhi keputihan papan itu. 

Ternyata…

Kalian tahu, sematik itu berubah menjadi pembuatan puisi dengan melihat unsur instrinsiknya. Kami disuruh untuk merangkai puisi dengan kata-kata yang sudah tersaji itu..
Maka………….

Lahirlah puisi ku

Sayup tatapan mata
Menerjang sebuah cahaya
Hanya rindu yang mampu bicara
Ketika kita menjauhi rasa
               Malam masih meninggalkan terang
               Saat jiwa meremang-remang
               Ada cerita panjang yang bersinar
               Dalam kecemburuan yang berkobar
Hati yang mulai kerlap-kerlip
Menanti terang sebuah alasan
Mungkin asa akan redup
Berbalik kisah pada penyesalan
               Rinduku rindu yang mati
               Rintihku rintih yang panjang
               Ku pulangkan gemerlap pada yang menyinari
               Ku asingkan sesal securam jurang
                              Rindu ini rindu terlarang

Ya……… selesai. Tulisakan ke papan tulis untuk puisi yang berjudul IBU dari rekan ku, dan pembacaan puisi ku yang berlirik ini. Sebenarnya aku terlalu kaku jika membuat puisi dengan pemenggalan berupa bait-bait ini. Tapi aku juga harus professional dengan tugas yang ku dapati. Setelah itu kami PULANG. Ceritaku sampai di sini tentang apa yang telah ku pelajari. Kemudian aku baru memahami ada kaitan apa puisi ini dengan pembelajaran bagian dari mata kuliah sematik ku.