Dns amaeta: puisi dan semantik
Sudah pukul setengah empat sejak
hujan itu berhenti menari-nari dari pemikiranku yang bercerai dengan niat. Ah
aku ingin melupakan tentang hujan dan ingin bercerita tentang perkuliahan ku
yang meninggalkan waktu tepatnya. Mungkin karena hujan, atau mungkin karena
sesuatu yang aku tak tahu apa alasannya. Aku juga tidak memberanikan diri
bertanya pada sang induk intelektual itu, kenapa ia bisa telat.
SEMANTIK, kalian tahu apa itu semantik?
Jangan bertanya balik, dan berharap
aku akan terdiam dan tak mamapu menjawab. Tentunya aku tahu apa itu semantik.
Apakah kalian tidak tahu kalau aku kini tengah menjalani perkuliahan di bidang
pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di STKIP PGRI SUMBAR. Nah semantik itu
merupakan salah satu mata kuliah yang baru akan dapat diambil ketika aku sudah
bisa melewati beberap tataran linguistik lainnya, seperti linguistik umum,
fonologi, morfologi, sintaksis dan sampailah pada semantic yang membahas
tentang makna kata.
Nah di sini titik bermulanya ceritaku,
hari ini mata kuliah semantic dengan pembahasan diksi (pilihan kata) dan gaya
bahasa (majas). Serumpun sudah si induk intelektual berbicara panjang dan
melebar tentang kedua pembahasan ini. Dengan penjelasan yang beranak-pinak
mengenai diksi dan segala bentuk dari pembagian gaya bahasa. Sampai-sampai aku
juga mendengarkan cerita tentang sejarah republik Indonesia yang di jajah Jepang dan belanda,
bagaimana Indonesia merdeka, latar belakang munculnya penyair yang terkenal
yaitu Chairil Anwar. Lirik lagu dari abit G ade, dan sampailah pada pembuatan
puisi. Kalau dipikir-pikir apa yang membuat semua penjelasan ini menyambung?
Kalian bingung? STOP… jangan lirik aku seperti
itu.
Sejujur-jujurnya, aku lebih bingung
lagi. kebingungan ini semakin menjadi ketika aku dan rekan yang lainnya disuruh
untuk menatap bola lampu yang ada di langit-langit kelas. Semakin konyol ketika
kami disuruh untuk menuliskan apa yang kami pikirkan tentang lampu itu.
Nah… berjejer lah 31 kata yang merupakan
pikiran dari kami tentang sebuah lampu.
Bermacam-macam kata yang siap tertumpuk tanpa
tahu mengapa mereka memenuhi keputihan papan itu.
Ternyata…
Kalian tahu, sematik itu berubah menjadi
pembuatan puisi dengan melihat unsur instrinsiknya. Kami disuruh untuk
merangkai puisi dengan kata-kata yang sudah tersaji itu..
Maka………….
Lahirlah puisi ku
Sayup tatapan mata
Menerjang sebuah cahaya
Hanya rindu yang mampu bicara
Ketika kita menjauhi rasa
Malam
masih meninggalkan terang
Saat
jiwa meremang-remang
Ada
cerita panjang yang bersinar
Dalam
kecemburuan yang berkobar
Hati yang mulai kerlap-kerlip
Menanti terang sebuah alasan
Mungkin asa akan redup
Berbalik kisah pada penyesalan
Rinduku
rindu yang mati
Rintihku
rintih yang panjang
Ku
pulangkan gemerlap pada yang menyinari
Ku
asingkan sesal securam jurang
Rindu
ini rindu terlarang
Ya……… selesai. Tulisakan ke papan
tulis untuk puisi yang berjudul IBU dari rekan ku, dan pembacaan puisi ku yang
berlirik ini. Sebenarnya aku terlalu kaku jika membuat puisi dengan pemenggalan
berupa bait-bait ini. Tapi aku juga harus professional dengan tugas yang ku
dapati. Setelah itu kami PULANG. Ceritaku sampai di sini tentang apa yang telah
ku pelajari. Kemudian aku baru memahami ada kaitan apa puisi ini dengan
pembelajaran bagian dari mata kuliah sematik ku.