Senin, 25 Februari 2013

cerpen akhir 2012

Tidak Semudah, Meniup Udara
Oleh: Desi Nurmala Sari
“sudah berapa lama, aku menunggumu berbicara… presentasimu gagal.”
Kata-kata itu lagi. Mengapa akhir-akhir ini aku selalu disusahkan dengan kalimat itu, panas sekali gendang telingaku saat mendengar kalimat itu meleset dengat cepat, hingga semua kosa kata yang sudah terkumpul di benakku buyar seketika. Membayangkan raut wajahnya yang mengesalkan itu, seperti sedang membayangkan wajah para hantu di rumah hantu, saat ada acara pasar malam di kampungku. Terlalu seram untuk dilihat.
Sore ini aku ada janji dengan rekan kerja, untuk melakukan sebuah presentasi produk baru, perusahaan kepada para calon investor. Hal ini untung-untungan. Jika presentasi oke, kita kebanjiran modal untuk memproduksi barang, jika tidak oke, maka berakhirlah karir ku, bersama rekan satu pembagian kerja. Semua akn berlalu sampai pada akhir presentasi, itu terhenti. Hal yang sangat menakutkan, lebih menakutkan lagi dari pada membayangkan wajah para hantu. Antara hidup dan pingsanku.
Kegagalan presentasi saat menghadapi tes akhir di masa kuliah, membuatku jenuh untuk berharap bisa sukses nanti sore. Badan panas:dingin rasanya. Suara mulai serak, bisa jadi hilang saja suara ku ini saat presentasi nanti. Ku baca semua buku penunjang, mulai dari buku keterampilan berbicara yang ku miliki saat kuliah dulu, sampai buku menghilangkan grogi saat bicara di depan orang banyak. Tuhan ku mohon, jadikan usahaku ini sebuah keberhasilan nantinya. Man jadda wajadda: siapa yang bersunggung-sungguh akan sukses. Mantra sakti ala “Alif” dalam novel negri 5 menara, a. fuandi. Yang mampu menjadikan anak kampung maninjau-sumatra barat, orang yang optimis dalam segala hal. Mantra ini yang selalu ditanam dalam jiwanya. Membuat hidupnya cerah. Mungkinkah, aku bisa sepertinya? ah, aku rasa itu pernyataan yang konyol, aku dan dia berbeda. Tapi juga punya kesamaam, yaitu sama-sama berasal dari sumatera barat. semoga kesamaan asal ini, membuatku sedikit bisa seperti dia. Man jadda wjadda bersemayamlah di hatiku saat ini.
Meski aku adalah sarjana pendidikan bahasa dan sastra indonesia, aku sama sekali tidak meluruskan jalur untuk menjadi seorang pendidik. Bisnis, dan dunia usaha adalah jalanku, meski ku sadar tidak begiu mahir dalam berbicara, meski keterampilan itu satu semester ku gulati sewaktu kuliah. Tapi keinginanku membuatku mampu mencukupi kekurangan itu.
“ aku perhatikan dari tadi, ternyata hari ini kamu ganti hobi ya vin? lebih suka melamun.” sapaan dari nia membuyarkan kata-kata yang sedari tadi bernyanyi dalam otakku.
Tidak ku perdulikan teguran nia, sama sekali tidak. Bahkan menolehnya saja aku tidak ingin, apalagi menjawab umbarannya. Ingin mengulang nyanyian dari kata yang memperkosa pikiranku, namun semua terlambat. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB. Empat jam lagi. Hidup dan pingsanku akan dipertaruhkan. Rasanya mantra man jadda wajadda saja masih kurang, aku masih ingat mantra lainnya dalam novel itu, iza shadaqal az mu wadaha sabil: kalau benar ada kemauan, maka terbukalah jalan. Aku paham sekarang, kembali ku pelajari buku panduan berbicaraku, dengan memahami terlebih dahulu konsep dari bahan presentasiku nanti. Tiga jam penuh aku menyelesaikan semua pemahaman ini, hingga kepercayaan diri ku junjung tinggi-tinggi, karena aku yakin akan semua usaha ini.
Masih ada waktu satu jam lagi, aku membuka leptop yang sudah marah, untung saja tidak sampai merajuk, karena tidak ku acuhkan beberapa waktu. Berselang aku sedang fokus memahami konsep presentasiku. Leptop yang sedah hampir ku hancurkan keyboardnya, yang sudah lima tahun menemani jemariku menari menuangkan semua gagasan dan kata yang berlomba ingin keluar dari otakku. Menulis adalah kegemaranku, hampir setiap waktu luang ku manfaatkan untuk menulis. Namun aku bingung, mengapa satu dari aspek bahasa yang ku punya, tidak bisa diandalkan. Ya, itu dia aspek berbicara. Selalu membuat aspek berbahasaku tidak sempurna. Tapi tidak dengan saat ini, aku percya setelah presentasi ini, aspek berbahasaku akan menjadi sempurna, sebaik yang bisa ku pelajari.
Waktunya telah tiba. Dengan penuh percaya diri aku membuka presentasiku hari ini. Orang-orang penting, dengan wajah intelektual telah menatapku penuh penasaran tingkat tinggi, sedikit pun aku tidak gentar, berulang kali ku tekankan mantra sakti ala “alif” dalam hatiku yang tengah gemetar.
Waktu itupun berlalu, tepukangan memecahkan kondisi yang tadinya tegang menjadi rileks untuk saat ini. “selamat ya vino, kau berhasil. Ini sungguh presentasi yang luar biasa, yang pernah ku dengar selama aku mengikuti presentasi serupa, sebagai seorang investor. Penanaman modal akan segera kami bicarakan pada direktur utama.” ujar pak agung wijaya. Seraya melepas senyum padaku sebelum berlalu. aku hanya mengangguk kecil dan belum sempat mengucapkan terimakasih sebelum ia meninggalan ruangan miting saat itu.
Kejadian yang spektakuler, aspek berbahasaku kini lengkap sudah. Kekurangan itu telah berhasil ku samaratakan dengan kegigihanku untuk mempelajari sesuatu yang pernah membuat ku gagal.